Thursday, January 22, 2009

THE FORGOTTEN OFFERING


















Inspirasi menulis artikel ini timbul setelah melihat teman-teman yang menghitung uang kolekte setelah kebaktian Minggu.
Setumpuk uang digelar di atas meja, dan kesibukan menghitung uang pun dimulai. Pemandangan apa yang saya lihat menonjol di sini?


Pemandangan uang-uang kertas yang dilipat (kalau boleh disebutkan 'diremuk') dan sangatlah kotor, lecek, dan bahkan ada yang sudah nggak sempurna bentuknya (sedikit robek).
Saya jadi teringat dulu kalau memberikan persembahan di gereja, saya juga nggak terlalu pusing dengan bentuk fisik uangnya. Toh selecek apapun, nggak mempengaruhi nilai nominalnya. Yang penting kan nominalnya sesuai dengan yang Tuhan nyatakan dalam hati.  Mengenai wujudnya, I don't care.
Pokoknya yang ada di dompet, ya itulah yang saya berikan.
Sampai suatu waktu dalam suatu kebaktian, pengkhotbah memberitakan firman yang mengubah cara saya memberikan uang persembahan.
Ayat yang diambil adalah dari Kitab Maleakhi.

Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman Tuhan semesta alam.
(Maleakhi 1:8)


Jaman dulu orang Israel memberi korban persembahan dalam bentuk hewan. Dan Tuhan marah kepada orang-orang yang membawa persembahan hewan yang buta, timpang atau sakit. Dikaitkan dengan jaman sekarang, dimana korban persembahan kita tidak lagi hewan tetapi uang, kita membawa uang yang kotor, remuk, dekil dan bahkan ada yang robek.
Mirip kan kasusnya?
Setelah mendengarkan firman itu, saya mulai berubah.
Tepatnya Firman itu mengubahkan saya. 
Saya tidak lagi membawa uang yang remuk, dengan kondisi fisik yang sangat memprihatinkan.  Saya mulai belajar mempersiapkan uang yang terbaik yang bisa saya berikan.

Sebenarnya apa sih yang mendasari Tuhan berkata demikian pada Kitab Maleakhi ini? Kenapa sih sampai Tuhan marah pada bangsa Israel? Jawabannya dapat kita temukan pada ayat sebelumnya.

Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, dimanakah hormat yang kepadaKu itu?
Jika Aku ini tuan, dimanakah takut yang kepadaKu itu?

(Maleakhi 1:6)
Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik?
firman Tuhan semesta alam.

(Maleakhi 1:8b)



THE FORGOTTEN OFFERING














Saat memberikan persembahan itu, something is missed, something is forgotten. Yaitu hormat akan Tuhan dan takut akan Tuhan.
Yang kita lakukan selama ini adalah memberi secara fisik, tapi kita lupa yang terutama adalah pemberian secara spirit, yaitu takut dan hormat akan Tuhan. That's the forgotten offering.

Mungkin pikiran kita berkata, loh kalau jaman dulu kan sapi cacat memang akan mempengaruhi nilai jualnya? Beda dong dengan jaman sekarang.
Uang yang robek sekalipun masih bisa dipakai untuk bertransaksi.
Nggak ngaruh gitu loh.
Bukankah ada ilustrasi uang yang sudah dibanting, diinjak-injak, dia tetap uang, dan tetap dapat digunakan?
Jadi kalau uang lecek diberikan ke gereja, gereja nggak bakal rugi dah. Uang itu tetap bisa dipakai untuk membiayai pelayanan.

Betul, uang itu bisa dipakai. Tapi itu kalau konteksnya pemberian ke gereja. Yang saya mau ingatkan, bukankah saat memberi ke gereja ataupun pelayanan, sebenarnya kita sedang memberi persembahan kepada Tuhan? Saat uang itu kita taruh di dalam kantong kolekte sebenarnya kita sedang mau taat akan Firman Tuhan dan memberi yang terbaik yang ada pada kita? Bukankah gereja hanya alatNya untuk menyalurkan uang tersebut bagi pelebaran kerajaanNya?

Tuhan tahu bahwa kita akan berdalih-dalih, sehingga dalam Maleakhi 1
Tuhan menjelaskan lebih detail lagi. Tuhan memberi perbandingan bagaimana perlakuan kita saat akan memberi persembahan kepada atasan kita. Beranikah kita memberi yang tidak terbaik?


Di satu suku, saat pesta adat pernikahan, dibagikan angpao kepada para orang-orang yang dituakan.
Dan saat menyiapkan uang-uang tersebut, biasanya berupa uang baru yang sebelumnya sudah ditukarkan ke bank, yang kemudian dimasukkan ke amplop. Uangnya masih licin, bersih dan kinclong. Baunya saja haruuumm. Hahaha.. itu bau uang baru.
Menerimanya juga senang sekali, seperti bisa membaca hati pemberinya.
Coba bandingkan dengan teman-teman yang sedang menghitung uang kolekte.


Alih-alih senang, yang ada wajah yang cemberut. Habis belum lagi pusing bolak balik ngitung karena takut salah, pusingnya malah bertambah. Sebelum mulai menghitung, harus membuka dulu gulungan uang kertas yang diremuk.
Bila bertemu uang yang sudah sangat lecek, memegangnya pun setengah hati, bisa-bisa hanya pakai 2 'ujung' jari saja.


Teman-teman pasti tahu kalau mereka butuh kalkulator untuk menjumlahkan semua uang-uang itu. Ya dong, nggak boleh sampai salah hitung. Urusannya bukan hanya sama manusia, tapi tanggung jawab terhadap Tuhan. Wajah mereka kelihatan serius sekali.






Dan tahukah teman-teman selain kalkulator, apalagi senjata yang mereka butuhkan?
Ya betul....... hand sanitizer.
Generic name
nya Antis. Tangan bisa sampai hitam loh terkena uang-uang yang sudah dekil itu, jadi kalau nggak sempat cuci tangan, yah ... di Antis saja.

Teman-teman kita yang menghitung aja sudah sampai segitu perasaannya. Bagaimana kalau yang menerimanya atasan kita? Dan lebih tinggi lagi, bagaimana kalau yang menerimanya Tuhan Allah kita?

Saya sedih sekali saat membaca ayat di Maleakhi 1:6 tersebut,
ketika Tuhan dengan segenap hati berkata (dengan bahasa saya),
"Bapakah Aku bagimu...., Tuhankah Aku bagimu...?
Jika Aku ini Bapamu, dimanakah hormatmu anakKu,
jika Aku ini Tuhanmu, dimanakah takutmu hambaKu?"


Sejak saat mendengar Firman itu, saya selalu mengusahakan bentuk fisik uang yang terbaik. Dan saat memberinya juga tidak diremuk.  
Adalah baik untuk datang pada Tuhan bertanya "Tuhan berapa yang harus
aku beri?"
. Tetapi lebih excellent lagi saat kita memberikannya, kita mengupayakan yang terbaik. Memberi uang yang baik kondisinya.
Setiap menerima kembalian uang saat bertransaksi, mari sisihkan yang terbaik untuk nantinya bisa dipakai saat memberi persembahan.
Atau bisa juga dengan menukarnya ke bank, dan siapkan yang terbaik untuk Tuhan. He deserves the best.

Beberapa gereja menyediakan amplop untuk memasukkan uang persembahan dengan rapi. Nah, jangan kita isi amplop yang sudah dibuat sedemikian bagus dengan uang yang lecek. Persiapkan uang yang terbaik, sama seperti orang Israel harus memisahkan hewan terbaiknya untuk Tuhan.

Ribet? Nggak juga.
Tapi yang jelas Tuhan senang.
Teman-teman kita yang menghitung uang juga senang.
Hati kita pun ikut senang, karena kita tahu tindakan kita ini menyenangkan hati Tuhan.
Bukankah dunia dan segenap isinya adalah milik Tuhan? Pemberian kita tidak akan memperkaya Tuhan. Tapi yang sesungguhnya Tuhan cari adalah the forgotten offering, hati yang hormat dan takut akan Tuhan.

Semoga tulisan sederhana ini memberkati teman-teman.


All blessings,

Julita Manik.

No comments:

Post a Comment



<br><br>



<br><br>