Friday, May 23, 2008

For The Lord Sees Not As Man Sees…



“….Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.”
(For the Lord sees not as man sees; for man looks on the outward appearence, but the Lord looks on the heart)
1 Samuel 16:7



Manusia (termasuk saya tentunya) memang cenderung untuk melihat penampilan luar. Semakin indah packagingnya maka semakin manusia menghargainya. Tetapi Tuhan tidak bisa dimanipulasi dengan tampilan luar. Karena Tuhan jauh melihat ke dalam hati…
Nabi Samuel hampir saja melakukan kesalahan, saat ia pergi mencari salah seorang anak Isai yang akan Tuhan urapi menjadi raja Israel, menggantikan Saul yang telah ditolak Tuhan.

Eliab, Abinadab, Syama, dan empat lagi kakak Daud yang tidak disebut namanya, semuanya tidak dipilih Tuhan untuk menggantikan Saul. Padahal kalau menurut pandangan manusia, mereka semuanya layak. Gagah, dan prajurit lagi.
Yang Tuhan pilih justru Daud, sang gembala domba, kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Sukar untuk membayangkan seorang pria dengan sosok seperti itu? Hahaha….bayangkan saja David Archuleta.

Lanjut ya….
Berikut ini fakta dalam kebaktian orang percaya. Jika pengkhotbahnya belum begitu dikenal namanya, sepertinya kita tidak membuka hati kita selebar saat yang berkhotbah adalah hamba Tuhan ternama. Buktinya? Fluktuasi kehadiran jemaat yang ternyata berbanding lurus dan positif dengan ketenaran pengkhotbahnya. Bila yang berkhotbah hamba Tuhan yang terkenal, maka kehadiran akan membludak. Dan bandingkan dengan hamba Tuhan yang belum dikenal, kehadiran menurun secara signifikan.
Saya bukan mengatakan bahwa hamba Tuhan yang belum terkenal punya hati yang lebih baik dan tulus dibanding hamba Tuhan yang sudah terkenal. No….no…no.
Saya percaya mereka sama-sama punya hati yang baik dan tulus. Sama-sama menjadi saluran berkat bagi anak-anak Tuhan.
Kitalah yang sering membeda-bedakannya.

Dulu, bila mendengarkan satu lagu pop sekuler yang melody dan lyricsnya amat sangat indah (menurut saya), saya merasa jealous sekali. “Kenapa ya lagu itu nggak ditulis untuk Tuhan? Pasti Tuhan senang sekali mendengarnya.”
Pernah dengar lagu lawas Bryan Adams… “ev’rything I do… I do it for you…”.
Lagunya bagus sekali. Suatu karya yang sangat melankolis dan luar biasa indah.. (Terbukti banyak kontestan American Idol yang menjadikan lagu ini sebagai lagu pilihan saat diuji oleh Randy, Paula, and Simon).
Saya menjadi berandai-andai. Aahhhggh…..seandainya composernya sudah anak Tuhan dan buat lagu seperti itu untuk Tuhan, tentu indah sekali. Tentunya Tuhan akan senang sekali mendengarnya.

Belakangan baru saya mengerti. Tuhan tidak butuh sesuatu talenta yang luar biasa untuk menyenangkan hatiNya. Bahkan untuk membuat mujizat yang sangat spektakuler, yaitu memberi makan 5000 orang lelaki, belum termasuk wanita dan anak-anak, Tuhan hanya butuh 5 roti dan 2 ikan. Masih bersisa 12 bakul pula.
Seandainya saat itu hanya ada 1 roti dan 1 ikan pun, saya percaya mujizat yang sama akan tetap terjadi. Because God look on the inside. Ada ketulusan hati seorang anak kecil yang memberikan segala yang dimilikinya untuk memberkati pekerjaan Tuhan.
For the Lord sees not as man sees…


Tapi yaahhh… itu masalahnya. Manusia sulit sekali untuk tidak melihat yang tampak luar. Saya terkesan dengan kesaksian yang disampaikan Ibu Iin Cipto.
Dalam suatu acara kebaktian terbatas, dimana yang menghadiri harus membawa kartu undangan, saat beliau sebagai pembicara akan memasuki ruangan, di pintu masuk ada seorang ibu tua yang ditahan usher, tidak boleh masuk ke dalam tempat acara berlangsung. Ternyata si ibu ini tidak bawa kartu undangan. Tapi sang ibu ngotot mengatakan bahwa dia punya kartu tsb tetapi lupa bawa. Usher tetap tidak mengijinkan ibu tua ini masuk. Sementara ibu tua ini melihat ada juga orang-orang yang diperbolehkan masuk walaupun lupa membawa kartu undangan. Sewaktu ibu ini protes, suaranya tetap tidak dihiraukan. Memang saat itu penampilan ibu ini sangat biasa sekali. Tidak membawa branded bag…seperti kebanyakan tamu-tamu yang datang ke tempat itu. Yaaahh…. pokoknya nggak kinclong gitu. Sementara yang lain necis-necis.
Ibu Iin iba kepada ibu ini dan mengatakan kepada usher bahwa ibu ini adalah tamu ibu Iin. Sehingga akhirnya diperbolehkan masuk.
Dalam kebaktian tsb, sang ibu tua ini dijamah Tuhan.
Beliau ternyata bukan orang percaya, tetapi rindu mendengar tentang Yesus. Dia sudah mendengar cerita-cerita tentang Yesus dari orang lain dan kini beliau ingin mendengarnya secara langsung. Dan Tuhan bekerja saat itu juga dan menjadikannya orang percaya.
Beberapa waktu kemudian, ada orang yang mengirim mobil Kijang baru kepada Ibu Iin Cipto sebagai ucapan syukur. Siapa pengirimnya?
Ternyata ibu tua yang biasa-biasa saja penampilannya, dan hampir tidak boleh masuk ke dalam ruang kebaktian. Beliau ternyata orang kaya man…punya pabrik segala.
Manusia gagal melihat bahwa Tuhan ingin menyelamatkan ibu ini, mungkin karena penampilannya kelihatan biasa saja dan tidak menarik. Tetapi Tuhan tidak.
For the Lord sees not as man sees…

Ada satu lagi kesaksian dari Bapak Welyar Kauntu (composer ‘Walau Seribu Rebah’, and many more) yang sangat berkesan dalam batin saya dan mempengaruhi cara saya menyembah Tuhan…
Beliau bercerita dalam satu kunjungan ke panti asuhan, saat pujian penyembahan dinaikkan, beliau memainkan gitar dan menaikkan suatu pujian bersama-sama anak panti asuhan tsb. Siapa dong yang tidak kenal the golden voice nya beliau…
Tapi Tuhan menyuruh beliau untuk memperhatikan seorang anak di pojokan yang sedang berusaha ikut menyembah Tuhan. Anak ini gagu, bicaranya tidak jelas, mungkin penderita bisu tuli. Kalimatnya……..hanya terdengar seperti kumpulan huruf vokal saja tanpa konsonan “aaa…uuua …iiiiaaa…aauu.” dengan nada yang fals habis.
Tapi dia menyanyi segenap hati, bahkan airmata pun menetes membasahi wajahnya.
Saat itu Tuhan berbicara kepada Bpk Welyar Kauntu….
”di telingaKu apa yang anak ini nyanyikan sangat merdu sekali, jauh lebih merdu dari apa yang engkau nyanyikan”.

Bagi manusia, perkataan anak itu tidak dapat dimengerti.
Tapi Tuhan sangat mengerti… every single word.
Di telinga manusia anak ini jelek sekali menyanyinya dan tidak ada merdu-merdunya sama sekali.
Di telinga Tuhan suara anak ini merdu sekali. Karena ia menyanyi dengan hatinya.
Mungkin kalau ada kontes “Heaven Idol” dan Tuhan menjadi jurinya, anak ini akan menjadi pemenangnya.
For the Lord sees not as man sees…

Mari kita belajar memandang seperti Tuhan memandang.
Bagi Tuhan, 'hati' itu adalah segalanya. Bukan kemasannya.

Oleh sebab itu mari kita menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. (Amsal 4:23)



All blessings,


Julita

Wednesday, May 7, 2008

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa,..…



.....yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
(1 Korintus 10:13)


Bila kita membaca kitab Ayub dan merenungkan penderitaan yang dialaminya, rasanya sulit untuk mengatakan bahwa apa yang dialami Ayub adalah pencobaan biasa. Demikian juga saat kita mendengar kesaksian dari Bapak Dwi Krismawan, rasanya sulit untuk menyetujui bahwa segala yang dialaminya adalah pencobaan-pencobaan biasa.

26 April 2008 saya bertemu kembali dengan Bpk Dwi Krismawan dalam pelayanan di GKI Samanhudi, Jakarta. Ini pertemuan yang ke 4 kalinya dengan beliau. Walaupun sudah 4 kali juga saya sudah mendengar testimony yang sama dari beliau, tapi tetap saja rasa haru memenuhi hati saya. Bagaimana tidak? Menurut saya, apa yang beliau alami mungkin sudah sederajat dengan apa yang Ayub alami.

Flashback…………….

Pada hari terakhir penerbangannya sebagai calon pilot, dan akan segera diwisuda sebagai pilot, beliau mengalami kecelakaan. Pesawat yang dikemudikannya jatuh. Terbakar selama 1,5 jam di dalam pesawat sebelum dievakuasi oleh tim penyelamat, sudah     dapat kita bayangkan luka bakar yang dideritanya.

Berbulan-bulan mengalami derita di Rumah Sakit saat perban yang membalut sekujur tubuhnya setiap hari harus dibuka dan diganti dengan perban yang baru. Pak Dwi mengatakan setiap kali pembukaan perban, beliau berteriak-teriak karena sakit yang tak tertahankan, bahkan berteriak kepada Tuhan supaya mencabut nyawanya saja. Pak Dwi mengilustrasikan proses pembukaan perban tsb seperti orang yang menguliti ayam. Oh....Tuhaaannn!!!
Dan sesaat sesudah perban diganti, dengan segera perban yang baru tersebut kembali lengket lagi dengan dagingnya yang berdarah. Dan siap untuk disiksa keesokan harinya.

Bukan hanya penderitaan fisik tapi juga psikis. 

Saat keluar dari RS setelah 2 tahun  opname, masyarakat juga sulit untuk menerima Pak Dwi. Ada yang mengira beliau jelmaan setan, ada yang takut berdekatan karena dikira sebagai penderita kusta, atau penyakit menular lainnya.

Anda bisa maklum kalau melihat dengan seksama foto beliau.
Tidak punya rambut, alis, telinga, kelopak mata, yang semuanya habis dimakan api.
Beberapa jari-jari tangan yang lengket jadi satu semakin melengkapi penampilan yang membuat orang-orang menjadi takut.

Dari seorang calon pilot yang tinggi, gagah dan memiliki sejuta mimpi, beliau berubah menjadi sosok yang tak berdaya.
Pak Dwi harus berperang melawan ketidakberdayaannya. Mulai belajar menerima dirinya apa adanya, belajar merendahkan hati saat menerima penghinaan dari orang-orang yang ditemuinya, dan belajar beradaptasi dengan sisa kemampuannya.

Tapi saya pikir-pikir Pak Dwi lebih beruntung dari Ayub.
Karena orang yang terdekat dengannya (saat itu masih status pacar) Ibu Betania tidak meninggalkannya. Sementara Ayub diteror oleh istrinya dan disuruh untuk mengutuki Allahnya dan pergi mati saja (Ayub 2:9).
Sebaliknya Ibu Ibet tidak begitu. Malahan beliau mensupport Pak Dwi untuk belajar berharap kepada Tuhan. Bahwa Tuhan tidak akan membiarkan Pak Dwi.

Allah itu setia. 
Seperti Ayub dipulihkan, Pak Dwi juga dipulihkan.
Menikah dengan Ibu Ibet, dikaruniai seorang anak, laki-laki, dan dalam pekerjaan juga diberkati luar biasa.

Melalui berbagai proses yang berat, beliau diterima bekerja menjadi marketing asuransi, dan sukses pulak, juga diterima bekerja di salah satu channel TV swasta terbesar di Indonesia, menjadi motivator dan speaker di berbagai company. Berderet deh kebaikan Tuhan dalam karir beliau.
Tapi itu nggak instant lho…beliau benar-benar berjuang bersama Allahnya.

Terakhir saya mendengar bahwa ada tawaran dari pihak ‘the famous’ Oprah untuk mengundang Pak Dwi menjadi guest dalam acara talkshownya. Wooow…. itu kan mimpinya para seleb dunia untuk bisa tampil di acara yang ditonton hampir seantero bumi ini.

Kemuliaan bagi nama Tuhan.
Biar nama Tuhan diberitakan.
Dulu saat membaca kitab Ayub, saya nggak habis pikir kok ada ya manusia diijinkan mengalami penderitaan yang sangat spektakuler sapaerti itu.
Kini di abad 21 saya mendengar dan melihat sendiri, benar-benar ada selected people yang diijinkan mengalami hal yang sama.
Dan persis seperti janji Tuhan dalam ayat di atas, tidak melebihi kekuatan mereka, mereka kuat menanggungnya.

Buktinya?
Pak Dwi bisa tegak berdiri di hadapan banyak orang dan mengatakan Tuhan itu baik. Saya mendengar kesaksian ada orang yang mau bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan penderitaannya, mengurungkan niatnya itu setelah mendengar kesaksian Pak Dwi. Mereka merasa dibanding Pak Dwi, apa yang mereka alami belum ada apa-apanya.  
Ada kekuatan dan pengharapan baru yang beliau beritakan kemanapun beliau pergi. Bukankah itu yang dibutuhkan manusia di akhir jaman ini, di jaman yang semakin susah dan bertambah jahat ini?
Kalau Pak Dwi bisa mengatasi segala pencobaan, kita juga pasti bisa. Kalau beliau bisa survive, kita juga bisa survive.
I will survive, because God says so.

All blessings,

Julita Manik



<br><br>



<br><br>