Saturday, August 27, 2016

KOPER TERTUKAR


Kok mirip judul sinetron?
Apa ada hubungannya dengan sinetron "Putri Tertukar"?

No friends, nggak ada hubungannya.
Ini bener-bener TRUE STORY..
Begini ceritanya.....


Kurun 7 tahun terakhir ini banyak kesempatan pelayanan ke luar kota yang Tuhan percayakan, yang sering kali harus menginap beberapa malam.
Pengalaman ini memaksa saya untuk disiplin urusan packing memacking, dengan mencicil memasukkan beberapa kostum & perlengkapan seminggu sebelum hari H.

Karena nggak enak banget kalau ada perlengkapan yang ketinggalan, dan biasanya justru hal-hal kecil.

Pernah ketinggalan catok rambut.... (perlengkapan top priority setelah Alkitab:  "wajib hukumnya" harus dibawa..., kalau nggak mau kelihatan kribo berdiri di mimbar)

Pernah juga nggak bawa gunting kuku ... 
padahal kuku kaki saya rentan cantengan, yang sakitnya minta ampun, bisa sampai ubun-ubun,
Apalagi kalau sampai nggak bawa kopi tubruk kampung kesayangan....   Huhuhu....

Itu persiapan isi koper.
Tak kalah juga persiapan bagian luar koper.
Why?

Menurut data statistik, mayoritas traveller di bandara menggunakan koper hitam, termasuk saya.  
Mungkin dengan alasan yang sama, supaya tas lebih awet, nggak cepat kelihatan kotor, karena sudah 'hitam' dari sononya 😬😬😬


Nah...punya koper yang sama warnanya ini kan probabilitas untuk tertukar tinggi sekali, makanya saya beli cover koper khusus gambar speaker (maklum anak musik 😬).... supaya bisa dibedakan dari koper orang lain.

Perlengkapan sudah matang.
Berangkat. 
Mengalami pertolongan Tuhan selama melayani.
Dan akhirnya pulang. Balik Jakarta.

Sampai di Jakarta hari Senin siang, saat itu padat sekali aktivitas di bandara. Saya & companion duduk di bagian belakang pesawat, ... so pasti jadi rombongan terakhir turun dari pesawat.
Dan sesudah turun dari pesawat (di remote area), masih harus menunggu lamaaaaaaa .... bis yang akan mengangkut kami ke bagian ambil bagasi.

(ilustrasi, bukan gambar sebenarnya)
Sampai di area pengambilan bagasi, sudah sangat sedikit penumpang yang masih menunggu bagasinya..... 
Dan koper yang keluar juga tinggal satu-satu.
Akhirnya koper companion saya muncul dan diikuti koper dengan cover bergambar speaker.

Tanpa ragu saya mengambil koper tsb, dan bersama companion bergegas meninggalkan bandara Soetta.

Mobil sudah menuju Jakarta, tiba-tiba handphone saya berdering.
Petugas maskapai penerbangan yang saya tumpangi barusan menghubungi saya dan mengatakan bahwa saya salah ambil koper, ...  koper Bapak Y (bukan inisial nama sebenarnya)

Saya ngotot mengatakan nggak mungkin salah ambil koper, karena koper saya covernya khusus, gambar speaker.
Petugas berkata bahwa koper Bapak Y juga menggunakan cover gambar speaker, dan koper saya masih tertinggal di bandara Soetta.

Wah....... Bapak Y maraaaah sekali.
Karena aktivitas bisnisnya jadi terhambat karena kelalaian saya.
Saya bisa mengerti perasaan beliau, tapi saya nggak berdaya....

Memutuskan ingin memutar balik dan mengembalikan koper  beliau dengan segera, ..  tapi saya terhambat traffic lalu lintas bandara yang super duper padat saat itu,  nyaris tak bergerak.

Akhirnya diputuskan untuk bertemu di tempat yang disepakati di Jakarta.

Tol dalam kota Jakarta juga macet total.
Lama stuck di jalan, ditambah hati galaunya minta ampun, saya mau killing time dengan curhat ke best friend saya via whatsapp.
"Gileee.... gue salah ambil koper di bandara... bapaknya marah besaaar..."

Olala.......saya salah send, ke send nya bukan ke best friend saya, ... tapi ke Bapak Y.
OMG..... ini mah sama dengan sudah jatuh ketimpa tangga ...huhuhu...

Saya nyampai di tempat yang ditentukan sudah malam.
Dengan badan lemas,  belum sempat makan, dan gemetar....
Kalau nanti bapaknya marah-marah ... gimana yaaaaa......

Saya menggiring koper Bapak Y, dan saya lihat Bapak Y menggiring koper saya.

Ketika kedua koper ini disandingkan.....

 
(hanya ilustrasi, bukan gambar sebenarnya)
Alamakkk....gimana nggak tertukar....
Warna sama, size sama, dan cover juga sama, gambar speaker.
Red tag di koper saya juga nyelip ke dalam cover, jadi tampak luar benar-benar sama.

Yang lebih aneh lagi dalam insiden koper tertukar ini, beliau penumpang bisnis, saya penumpang ekonomi, tapi koper beliau bisa muter-muter di conveyor bagasi ekonomi sebelum saya ambil.

Akhirnya pertemuan mengembalikan koper tertukar, berakhir dengan happy ending, saling minta maaf atas ketegangan yang sempat terjadi.

Perjalanan balik ke rumah, rasanya saya mau menangis.
Tuhaaaaann.... Kok bisa jadi begini sih...
(Bagi orang perfeksionis, kisah begini tidak ada dalam agenda)

Tiba-tiba saya mendengar ayat Firman Tuhan yang sering saya share kan, tapi kali ini mengobati kegalauan hati saya....

1 SAMUEL 16
(7) Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."

Seolah-olah Tuhan berkata.....
Manusia itu cenderung melihat yang ada di permukaan luar,
koper pun bisa tertukar, karena tampak luar sama,
padahal isinya nggak sama.

Tetapi Aku Tuhan, mengenal sampai menembus kedalaman hati.
RencanaKu atas umatKu, yaitu rancangan damai sejahtera yang membawa kepada hari depan penuh harapan....tidak pernah tertukar....
Bagi anak kembar identik sekalipun.....tidak akan pernah tertukar.

Saya beroleh penghiburan tiada tara.

Dan hari itu saya mendapat 3 pelajaran hidup:
1.     Sesempurna apapun saya merancangkan sesuatu, saya masih manusia biasa, yang punya banyak kelemahan, dan masih bisa berbuat kesalahan.
2.     Belajar untuk tidak emosional di saat-saat yang tidak menguntungkan
3.     Di atas segala kelemahan saya, ada Tuhan yang senantiasa merancangkan yang terbaik untuk saya (Roma 8:28). 
  
And don't worry be happy, rencanaNya tidak pernah tertukar.

Semoga diberkati




All blessings,

Julita Manik


Monday, March 14, 2016

REPOST: PENCOBAAN YANG KAMU ALAMI PENCOBAAN BIASA (dwi krismawan)


Terbersit pikiran untuk merepost artikel tentang kesaksian Bpk Dwi Krismawan, yang pernah saya post 7 Mei 2008.
Yang menjadi trigger, perjumpaan kembali dengan beliau Minggu 13 Maret 2016, delapan tahun setelah artikel tsb dipost.


Nggak banyak perubahan pada beliau. Masih sama seperti perjumpaan pertama dalam pelayanan 10 tahun yang lalu. Tetap on fire melayani Tuhan.


Bahkan Tuhan memperlebar pelayanan Bpk Dwi (dan istrinya Ibu Pendeta Betania) menjadi berkat bagi anak-anak yang mengalami kekerasan seksual.
Scope pelayanannya Nasional loh friend. Nggak main-main.
Belum berhenti kagum, ditambah dengan buku kesaksian yang launch tahun lalu (2015)  dengan judul "KEKUATAN CINTA".

Wow..
God is good. All the time.
Semua yang sepertinya "tidak baik" yang terjadi dalam kehidupan Pak Dwi diubah Tuhan menjadi kebaikan. (Kejadian 50:20)

 Bagi yang belum mengenal Beliau semoga kesaksian ini bisa menjadi berkat khususnya buat teman-teman yang struggling dengan masalah yang sepertinya besaaaaarrrr banget. Percayalah Allah kita jauh lebih besaaaaaaaaaaaaaaaaaaar


REPOST [& UPDATED]: PENCOBAAN-PENCOBAAN YANG KAMU ALAMI IALAH PENCOBAAN-PENCOBAAN BIASA

.....yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
(1 Korintus 10:13)


Bila kita membaca kitab Ayub dan merenungkan penderitaan yang dialaminya, rasanya sulit untuk mengatakan bahwa apa yang dialami Ayub adalah pencobaan biasa. Demikian juga saat kita mendengar kesaksian dari Bapak Dwi Krismawan, rasanya sulit untuk menyetujui bahwa segala yang dialaminya adalah pencobaan-pencobaan biasa.

26 April 2008 saya bertemu kembali dengan Bpk Dwi Krismawan dalam pelayanan di GKI Samanhudi, Jakarta. Ini pertemuan yang ke 4 kalinya dengan beliau. Walaupun sudah 4 kali juga saya sudah mendengar testimony yang sama dari beliau, tapi tetap saja rasa haru memenuhi hati saya. Bagaimana tidak? Menurut saya, apa yang beliau alami mungkin sudah sederajat dengan apa yang Ayub alami.

Flashback…………….

Pada hari terakhir penerbangannya sebagai calon pilot, dan akan segera diwisuda sebagai pilot, beliau mengalami kecelakaan. Pesawat yang dikemudikannya jatuh. Terbakar selama 1,5 jam di dalam pesawat sebelum dievakuasi oleh tim penyelamat, sudah     dapat kita bayangkan luka bakar yang dideritanya.

Berbulan-bulan mengalami derita di Rumah Sakit saat perban yang membalut sekujur tubuhnya setiap hari harus dibuka dan diganti dengan perban yang baru. Pak Dwi mengatakan setiap kali pembukaan perban, beliau berteriak-teriak karena sakit yang tak tertahankan, bahkan berteriak kepada Tuhan supaya mencabut nyawanya saja. Pak Dwi mengilustrasikan proses pembukaan perban tsb seperti orang yang menguliti ayam. Oh....Tuhaaannn!!!
Dan sesaat sesudah perban diganti, dengan segera perban yang baru tersebut kembali lengket lagi dengan dagingnya yang berdarah. Dan siap untuk disiksa keesokan harinya.

Bukan hanya penderitaan fisik tapi juga psikis. 

Saat keluar dari RS setelah 2 tahun (baca: dua tahun !!!) opname, masyarakat juga sulit untuk menerima Pak Dwi. Ada yang mengira beliau jelmaan setan, ada yang takut berdekatan karena dikira sebagai penderita kusta, atau penyakit menular lainnya.

Anda bisa maklum kalau melihat dengan seksama foto beliau.
Tidak punya rambut, alis, telinga, kelopak mata, yang semuanya habis dimakan api.
Beberapa jari-jari tangan yang lengket jadi satu semakin melengkapi penampilan yang membuat orang-orang menjadi takut.

Dari seorang calon pilot yang tinggi, gagah dan memiliki sejuta mimpi, beliau berubah menjadi sosok yang tak berdaya.
Pak Dwi harus berperang melawan ketidakberdayaannya. Mulai belajar menerima dirinya apa adanya, belajar merendahkan hati saat menerima penghinaan dari orang-orang yang ditemuinya, dan belajar beradaptasi dengan sisa kemampuannya.

Tapi saya pikir-pikir Pak Dwi lebih beruntung dari Ayub.
Karena orang yang terdekat dengannya (saat itu masih status pacar) Ibu Betania tidak meninggalkannya. Sementara Ayub diteror oleh istrinya dan disuruh untuk mengutuki Allahnya dan pergi mati saja (Ayub 2:9).
Sebaliknya Ibu Ibet tidak begitu. Malahan beliau mensupport Pak Dwi untuk belajar berharap kepada Tuhan. Bahwa Tuhan tidak akan membiarkan Pak Dwi.

Allah itu setia. 
Seperti Ayub dipulihkan, Pak Dwi juga dipulihkan.
Menikah dengan Ibu Ibet, dikaruniai 2 orang anak, laki-laki & perempuan [update], dan dalam pekerjaan juga diberkati luar biasa.

Melalui berbagai proses yang berat, beliau diterima bekerja menjadi marketing asuransi, dan sukses pulak, juga diterima bekerja di salah satu channel TV swasta terbesar di Indonesia, menjadi motivator dan speaker di berbagai company. Berderet deh kebaikan Tuhan dalam karir beliau.
Tapi itu nggak instant lho…beliau benar-benar berjuang bersama Allahnya.

Terakhir saya mendengar bahwa ada tawaran dari pihak ‘the famous’ Oprah untuk mengundang Pak Dwi menjadi guest dalam acara talkshownya. Wooow…. itu kan mimpinya para seleb dunia untuk bisa tampil di acara yang ditonton hampir seantero bumi ini.

Kemuliaan bagi nama Tuhan.
Biar nama Tuhan diberitakan.
Dulu saat membaca kitab Ayub, saya nggak habis pikir kok ada ya manusia diijinkan mengalami penderitaan yang sangat spektakuler sapaerti itu.
Kini di abad 21 saya mendengar dan melihat sendiri, benar-benar ada selected people yang diijinkan mengalami hal yang sama.
Dan persis seperti janji Tuhan dalam ayat di atas, tidak melebihi kekuatan mereka, mereka kuat menanggungnya.

Buktinya?
Pak Dwi bisa tegak berdiri di hadapan banyak orang dan mengatakan Tuhan itu baik. Saya mendengar kesaksian ada orang yang mau bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan penderitaannya, mengurungkan niatnya itu setelah mendengar kesaksian Pak Dwi. Mereka merasa dibanding Pak Dwi, apa yang mereka alami belum ada apa-apanya.  
Ada kekuatan dan pengharapan baru yang beliau beritakan kemanapun beliau pergi. Bukankah itu yang dibutuhkan manusia di akhir jaman ini, di jaman yang semakin susah dan bertambah jahat ini?
Kalau Pak Dwi bisa mengatasi segala pencobaan, kita juga pasti bisa. Kalau beliau bisa survive, kita juga bisa survive.
I will survive, because God says so.


All blessings,

Julita Manik





<br><br>



<br><br>