Sunday, May 1, 2011

Unconditional Love Story




Walaupun sudah melewati hari peringatan Jumat Agung dan Passover, namun Passover adalah berita yang harus selalu disuarakan dalam kehidupan orang percaya. Jadi tidak ada istilah out of date, atau bukan musimnya.
Setiap kali kita melakukan Perjamuan Kudus (di gereja lokal saya dilakukan sebulan sekali, tiap minggu pertama) ada ayat yang selalu dibacakan sebelum makan roti dan minum anggur perjamuan kudus...

23 Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti
24 dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"
25 Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!"
26 Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.
(1 Kor. 11)

Tuhan mau saat kita melakukan perjamuan kudus,  kita mengingat pengorbananNya di kayu salib. Dan kita  akan melakukannya terus menerus sampai Tuhan datang kembali untuk kedua kalinya.
Bukan hanya untuk mengingat Tuhan Yesus sebagai Juruselamat umat manusia, tapi untuk mengikuti teladan yang diberikanNya di kayu salib. Teladan mengasihi dengan kasih Agape.  
An unconditional love.


HE taught us HOW TO LOVE...
unconditionally




Tidak mudah mengasihi dengan kasih yang unconditional.
Tapi Tuhan menginginkan kita mengikuti jejakNya.

6 Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.   (1 Yoh. 2)


Dalam terjemahan Inggris versi NKJV dikatakan:
He who says he abides in Him ought himself also to walk just as He walked.

Hiduplah sama seperti Kristus telah hidup. Berjalan seperti Yesus berjalan.
Perjalanan hidup Tuhan Yesus yang sangat menonjol di atas bumi ini adalah perjalanan kasihNya kepada umat manusia. Dari sejak Ia lahir sampai mati di kayu salib, it's all about His love.  
An unconditional love.

Tetapi, bisakah kita melaksanakan kasih yang seperti itu ?
Jawabannya: KITA BISA. Kalau tidak, tidak mungkin ada ayat 1 Yohanes 2:6 di atas.


Loving Unconditionally in A World 
Heading For Destruction




Ketika tiga jenis bencana maha dahsyat menggoncang Jepang, dimulai dari gempa bumi, dilanjutkan dengan tsunami dan kebocoran reaktor nuklir, dunia seakan tak dapat mempercayainya. Dan perhatian dunia tertuju kepada negara yang dalam tempo sekejap hancur berantakan  (khususnya daerah-daerah yang terkena bencana). Simpati dan bantuan kemanusiaan mengalir ke negeri Matahari Terbit.

Dari ketiga bencana tersebut, yang paling mengerikan adalah bencana yang terakhir, karena bukan hanya bisa berdampak kepada orang yang mengalaminya saat ini, tapi juga bisa mempengaruhi bayi-bayi yang sedang dalam kandungan, juga mempengaruhi pasangan muda-mudi yang kelak akan melahirkan keturunan, generasi penerus dari negara Jepang.

Masih ingat bencana reaktor nuklir Chernobyl di Rusia tahun 1986?
Apakah Anda ingin tahu apa dampaknya 25 tahun kemudian, di tahun 2011?
Google gambar-gambarnya, dan saya pastikan Anda pasti tidak akan tahan melihatnya lebih lanjut.
Begitu banyak anak-anak yang lahir dengan cacat fisik dan mental.
Yang tidak pernah dapat kita bayangkan sebelumnya.
Begitu mengerikan  !!!

1 Yohanes 2:6 juga masih berlaku di dunia yang sedang menuju kehancuran ini.
He who says he abides in Him ought himself also to walk just as He walked.
People need God. Dunia butuh kasih Yesus. An unconditional love.
From you and me.


Fukushima 50: "We Are Ready to Die"



Mungkin tidak semuanya mengikuti dengan terus menerus berita tentang disaster in Japan.
Dan saya mau share kepada teman-teman semua, tentang Fukushima 50.
Yaitu sekelompok pekerja yang dengan sukarela mempertaruhkan nyawa mereka, dengan tetap bekerja di reaktor nuklir Fukushima untuk menanggulangi masalah yang sedang terjadi. Dengan segala resikonya. Yaitu terkena paparan langsung dari radioaktif  dalam kadar yang sangat tinggi yang bisa merenggut nyawa mereka. Atau kalaupun mereka bisa survive, resiko cacat seumur hidup, penyakit kanker, dan penyakit berat lainnya akan membayangi hidup mereka.



Fukushima 50 adalah julukan yang diberikan kepada sekitar 200 orang pekerja yang memilih untuk tetap bekerja pada empat reaktor nuklir yang sedang bermasalah akibat gempa dan tsunami yang melanda daerah Fukushima. Mereka bekerja secara shift, per shift  50 orang, untuk mencegah paparan radioaktif yang sangat tinggi ke dalam tubuh manusia.

Dari tulisan di blog seorang gembala gereja Fukushima First Baptist Church, yaitu Pst. Akira Sato, diketahui bahwa beberapa orang pekerja yang tergabung dalam Fukushima 50 adalah jemaat gereja Fukushima First Baptist Church .
Sekelompok orang yang mempraktekkan unconditional love.
Sekelompok orang yang tidak peduli dengan nyawa mereka, demi nyawa banyak orang diselamatkan.
Sekelompok orang yang tidak peduli dengan resiko cacat dan sakit berat, demi orang lain tidak mengalami hal yang sama.

12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
(Yohanes 15)

Saat ini dunia mengelu-elukan  mereka sebagai the real hero, samurai, dan layak menerima hadiah Nobel Perdamaian.
Apapun reward yang diberikan, saya percaya mereka tidak peduli akan semuanya itu.
Mereka hanya peduli bagaimana warga Jepang bisa diselamatkan.
Dan sebagai orang percaya, jemaat Fukushima Baptist Church yang bergabung dalam Fukushima 50, tidak sedang memamerkan keberanian mereka, tapi kasih Kristus yang ada dalam hati mereka.
An unconditional love.

Dan saya mau beritahu ke teman-teman semua, ini bukan unconditional love story yang pertama terjadi di Jepang....

Flashback.......


"Greater love has no one than this, than to lay down 
one’s life for his friends."



(Di atas adalah gambar awan yang menyerupai jamur saat bom atom dijatuhkan di atas kota Nagasaki, Jepang, 1945)

Sejarah mengungkapkan bahwa kota Nagasaki bukanlah target pertama tempat dijatuhkannya bom atom di Jepang. Target utama adalah Hiroshima dan Kokura. Kenapa Kokura berganti menjadi Nagasaki?

Saat pesawat yang mengangkut bom atom mengudara di atas kota Kokura, awan tebal menghalangi jarak pandang sang pilot, sehingga pengeboman dialihkan ke target kedua. Nagasaki. Dan berhasil.

Ada 2 hal yang sangat kontradiktif yang dialami orang-orang yang percaya Kristus di Kokura dan Nagasaki.
Orang-orang Kristen di Kokura bersorak "Tuhan melindungi". Tetapi sebaliknya, orang-orang  Kristen di Nagasaki mengalami luka bakar parah, bahkan kematian.

Pada saat itu, Nagasaki adalah tempat komunitas Kristen terbesar di Jepang.
Dimulai dari tahun 1549, oleh misionaris Jesuit, Francis Xavier.
Saat itu komunitas Kristen mengalami aniaya yang sangat brutal  dari penguasa Jepang, tapi tetap survive selama ratusan tahun.
Akhirnya setelah 250 tahun dianiaya, keberadaan mereka diakui oleh Pemerintah, sehingga tidak lagi menjadi under ground church.
Dan tahun 1917, komunitas Kristen membangun gereja Saint Mary (yang kelak di tahun 1945 menjadi penanda lokasi bagi pengebom, saat akan menjatuhkan bom atom).  

Apa yang Pemerintah Imperial Jepang tidak bisa lakukan  atas orang-orang  percaya selama lebih 250 tahun aniaya, dengan mudah dilakukan Kristen Amerika dalam hitungan 9 detik.

The untold story is about the unconditional love in Nagasaki......

Dr. Takenaka adalah seorang ahli bedah RS militer yang berusaha menolong para korban di Nagasaki.
Ia melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Korban yang masih hidup mengalami luka bakar yang sangat parah, dan mereka semua berteriak minta tolong untuk diselamatkan. Tenaga medis harus bekerja keras tanpa istirahat lebih dari 48 jam. Di tengah-tengah upaya penyelamatan, saat sedang berada di reruntuhan gereja, Dr. Takenaka mendengar suara orang-orang  bernyanyi. Ia berpikir sedang  mengalami halusinasi.

Tak bisa mempercayai penglihatannya, Dr. Takenaka menemukan sekelompok 20-30 orang-orang Kristen yang sedang bernyanyi dan berdoa, dalam lingkaran, dan banyak dari mereka yang mengalami luka bakar kritis.
Ketika Dr. Takenaka menawarkan bantuan medis kepada kelompok ini, ia hampir tidak bisa mempercayai jawaban mereka.
"Terimakasih dokter, .... tapi Tuhan bersama kami dan akan menolong kami. Tolonglah orang lain yang memerlukan bantuan Anda lebih dari kami."
(dan ini adalah percakapan pertama Dr. Takenaka dengan orang Kristen).

Dr. Takenaka sangat kagum melihat iman mereka yang tidak goyah kepada Tuhan mereka sekalipun mereka mengalami penderitaan yang sangat mengerikan. Dan di dalam penderitaan tersebut mereka lebih mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan mereka.

Saat itu Dr. Takenaka berkata dalam hatinya, "Kalau Tuhan benar-benar ada, maka aku berharap Tuhan itu akan memberikan iman kepadaku seperti yang mereka miliki."
(16 tahun kemudian Dr. Takenaka dibaptis menjadi pengikut Kristus, dan membagi pengalaman iman kepada orang lain supaya mereka bisa percaya kepada Kristus)


LEARN TO LOVE UNCONDITIONALLY



Tidak setiap kita akan mengalami kisah seperti kisah-kisah di atas.
Tapi semua kita pasti punya kesempatan untuk belajar mengasihi dengan kasih Agape.
Kasih yang tidak berpusat kepada diri sendiri. Kasih yang berpusat kepada orang lain.

Mulai memperhatikan orang lain lebih lagi di rumah atau di lingkungan sosial kita.
Juga di office ministry,  atau di gereja.
Kalau dulu  kita terlalu lelah untuk mengikuti doa malam sehabis bekerja, sudah waktunya sekarang kita mulai mengorbankan kepentingan kita dan ikut ambil bagian dalam berdoa untuk kepentingan orang lain.
Kalau selama ini kita banyak menghabiskan uang untuk membeli keperluan kita sendiri, mungkin ini sudah waktunya lebih banyak lagi mendonasikan uang kita untuk membantu  orang-orang miskin di sekitar kita.

Dan lihatlah, betapa nama Tuhan akan ditinggikan. 
Dan saat Ia ditinggikan Ia akan membawa banyak jiwa datang kepadaNya.


And let's show our unconditional love to God.
(Loving Him not because of the blessing He gave to us, but because of He is alone)

We love Him, because He first loved us.
(1 John 4:19)

Saat Fukushima mengalami 3 bencana besar, jemaat Fukushima First  Baptist  Church yang dilayani oleh Pst. Akira Sato tidak pernah bertanya "Kenapa Tuhan mengijinkan semua ini terjadi ?".
Mereka tidak pernah berkata, "Saya tidak bisa lagi mempercayai bahwa Tuhan itu ada".
Sebaliknya mereka berkata, "Tuhan itu hebat. Aku akan mempercayaiNya dan sejak sekarang akan berjalan bersamaNya." 

That's an unconditional love.
A TRUE LOVE.



All blessings,

Julita Manik



<br><br>



<br><br>