Tuesday, September 16, 2008

When My Life is Like A Broken Vessel...

























Seringkali dalam hidup ini kita merasa seperti sebuah vas bunga yang retak, sehingga tidak indah lagi. Atau lebih ekstrim lagi kita merasa seperti vas bunga yang sudah hancur berkeping-keping dan tidak bisa dipakai untuk apapun lagi. Sudah tidak berarti lagi. Sudah terlambat.
Kalau Anda berpikir seperti itu, saya tidak akan mendukung pikiran Anda. Karena Anda salah. Absolutely. Sebab selagi masih ada kesempatan untuk bernafas, tidak ada istilah terlambat.


 

Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. 
(Yeremia 18:4)





"Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini,... demikianlah firman Tuhan. Sungguh seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tanganKu,...." (Yeremia 18:6)


 HE MADE IT AGAIN ANOTHER VESSEL 


Dulu saya selalu merasa iri melihat teman-teman saya yang berani menyatakan pendapatnya di depan umum, mereka kelihatan cemerlang sekali. Saya merasa ada yang retak dalam hidup saya.

Latar belakang keluarga yang keras membuat saya tidak seberani teman-teman saya dalam menyatakan pendapat.

Saya selalu berandai-andai, "ahhh....
seandainya saya seperti si A, tentu saat ini saya akan lebih maju dari kondisi saya saat ini,.... seandainya saya memiliki orangtua seperti si B, tentu saya akan lebih bahagia "
dan beragam andai-andai lainnya.

Tetapi ternyata saya salah.


Walau saya memandang saya hanyalah sebuah vas yang retak,  
tetapi Tuhan tidak memandang demikian.
Ketika saya lahir baru, Tuhan mengambil saya (bejana yang sudah retak ini), dan membuat saya menjadi bejana lain yang baik pada pemandanganNya.

Banyak orang bertanya kepada saya :
"Lagu-lagu yang kamu tulis menyentuh hati saya. Bagaimana caranya membuat lagu yang dapat menyentuh hati orang lain ?"

Dulu kalau ditanya seperti itu, saya sendiri bingung menjawabnya.
Saya tidak punya formula melody, ataupun lirik lagu yang pasti akan dapat menyentuh pendengarnya. Apalagi kebanyakan lagu-lagu yang saya tulis bukanlah hasil dari sebuah story yang spektakuler. Kebanyakan adalah hasil dari sebuah perenungan.

Pertanyaan mereka membuat saya juga bertanya kepada Tuhan,
"Bagaimana caranya ya Tuhan, kok saya bisa tulis lagu yang menurut kesaksian mereka menyentuh hati mereka ? 
Tuhan menjawab, bahwa Ia memakai latar belakang saya.
Latar belakang saya membuat emosi saya lebih dominan dari pikiran saya.

Seberapa kuat perasaan mendominasi seorang Julita Manik ? SANGAT KUAT !!!



 Sebagai contoh, saya butuh waktu 2 minggu (!!!) untuk melupakan sad ending dari film Titanic. Begitu kuatnya kesedihan melanda saya, dan tiap kali mendengar Original Sound Tracknya saya terbawa kesedihan yang mendalam lagi.
Beberapa orang memandang saya konyol, but that's really me.



Sejak kejadian itu saya memutuskan setiap film yang saya tonton, saya harus make sure dulu endingnya, .... happy end or sad end ?
Kalau happy end, lanjuutt ..., kalau sad end...better not to watch it,
daripada sesudahnya saya sibuk membereskan perasaan saya.
Puji Tuhan, dalam Yesus kita semua punya a happy ending story.

"Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan mereka tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi mereka, dan mereka akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya."
(Wahyu 22:5)

Pernah membaca ayat populer Mazmur 91 : 7 ?
"Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu."

Ayat ini sering dijadikan lirik lagu, apakah itu lagu pujian bertempo cepat ataupun lambat, karena menyatakan perlindungan Tuhan atas umatNya.
Tetapi tahukah Anda pertama kali saya membaca ayat ini, saya tidak bersukacita atas perlindungan Tuhan atas saya, tetapi saya menangisi kenapa ada 11.000 orang yang rebah di sekitar saya? (Aneh ya?)

Latar belakang saya membuat perasaan saya mudah tergerak.
Dulu saya merasa itu kelemahan saya yang paling utama, karena hati saya mudah sekali untuk disakiti.
Tapi di tangan Tuhan semuanya itu diolah menjadi suatu bejana yang baik menurut pemandanganNya.
Dia memakai perasaan saya yang dominan, perasaan saya yang mudah tergerak menjadi warna dalam setiap lagu-lagu yang saya tulis.


BAGAIMANA KALAU RETAKNYA KARENA DOSA ?

Seberapa banyak kita yang merasa hidup kita menjadi tidak berarti lagi
karena melakukan kesalahan dan dosa ?

Firman Tuhan tentang bejana di tangan tukang periuk ini diucapkan Tuhan kepada Yeremia pada saat bangsa Israel sudah begitu melukai hati Tuhan dengan pelanggaran-pelanggaran yang berat, sehingga Tuhan menjatuhkan hukuman berupa malapetaka demi malapetaka yang akan terjadi dalam hidup mereka. Tetapi apakah itu sudah titik ?
Apakah kehidupan Israel sudah tidak dapat diperbaiki lagi ?
Jawabannya masih ada kesempatan. 
Kalau tidak, tentu Tuhan tidak memanggil Yeremia untuk belajar dari tukang periuk.

Kadang-kadang kita yang menghukum diri kita sendiri dengan menganggap bahwa hidup kita sudah tidak berarti lagi, dan berandai-andai dengan berkata :



The good news is, there is an "UNDO" button in life.

"Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju;
sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba."
(Yesaya 1:18)

He did undo Peter, sehingga dari seorang yang 3x menyangkali Tuhannya, menjadi rasul yang luarbiasa.
He did undo Paul, sehingga dari seorang yang membunuh pengikut Kristus, menjadi penulis sebagian besar dari Kitab Perjanjian Baru.
He did undo me, sehingga dari seorang berdosa, menjadi penulis lagu-lagu yang meninggikan nama Yesus.
He did undo you, sehingga......(tambahkan kalimat sesuai kondisi Anda saat ini).

Semua kita, dulu adalah bejana yang rusak, tapi di tangan Tuhan
diubah menjadi bejana yang baik menurut pemandanganNya.

Siapkah kita dibentuk olehNya ?


All blessings,


Julita Manik